Kamis, 08 Maret 2012

KELUARGA BERENCANA DI KALANGAN KELUARGA PESANTREN DALAM MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Konteks Penelitian
1
 
            Keluarga pesantren adalah keluarga yang terlahir dari keturunan kyai yang memiliki pesantren dan hidup berada dalam lingkungan pesantren. Pada umumnya keluarga pesantren adalah menjadi pengasuh dan pendidik dalam pesantren. Keluarga pesantren adalah tokoh masyarakat yang sangat dihormati dan disegani dalam masyarakat, biasanya masyarakat menyebutnya ulama atau kyai. Para ulama sangat mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat karena para ulama sebagai panutan dan suri tauladan yang baik yang patut untuk dicontoh. Maka dari itu setiap tingkah laku para ulama adalah menjadi pijakan bagi masyarakat. Seperti contoh dalam mengikuti progam KB (keluarga berencana). Pro-kontra tentang progam KB dalam masyarakat Islam telah menjadi polemik yang tak kunjung selesai. Dimulai sejak pemerintahan mencanangkan Progam KB tahun 1968 hingga hari ini.[1] Terdapat pro-kontra apabila berbicara tentang KB dikalangan ulama ada yang mendukung ada pula yang tidak mendukung terhadap progam tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh ulama-ulama di Indonesia. Menurut Nasarudin, para tokoh agama Islam telah menyatakan dukungan terhadap program KB, yaitu dengan Keputusan Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Munas MUI). Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi mengatakan Nahdlatul Ulama (NU) mendukung program Keluarga Berencana (KB). "Untuk kemaslahatan keluarga dan umum". Perlunya pelaksanaan KB, kata beliau, untuk memelihara kesehatan ibu dan anak serta terjaminnya kebutuhan ekonomi dan pendidikan yang layak. "Karena dalam Islam ada konsep keluarga sakinah".[2] Menurut fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh Abdul Azin bin Baz mereka juga mendukung progam tersebut apabila hal itu bersifat dhorurat. KB sangat memiliki peran atau membawa manfaat terhadap keharmonisan keluarga dalam membentuk keluarga yang berkualitas menuju keluarga sakinah.
            Sedangkan menurut Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat tidak mendukung dengan progam KB karena bahwa progam tersebut dianggap bertentangan  dengan syari’ah agama.[3] Islam menganjurkan umatnya untuk mempunyai banyak anak seperti yang dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

تَزَوَّجُوْاالْوَ دُوْدَ اْلوَ لُوْدَ فَاِ نِّى مُكَا ثِرٌ بِ كُمُ اْلاَ نْبِياَ ءَ يَوْمَ اْلقِيَا مَةِ.
 {رواه ابوداود والنّسائ} 

Artinya : "Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” (H.R. Abu Daud dan Nasa’i)

            Fenomena umum di kalangan keluarga pesantren masih ada yang pro-kontra terhadap progam KB karena kebanyakan dari mereka masih berlandaskan pada hadits Nabi Muhammad SAW seperti yang dijelaskan hadist di atas yaitu anak banyak yang membanggakan. Tetapi pada saat ini terdapat sebagian keluarga pesantren (keluarga para ulama) yang pro teradap KB, seperti contoh pasantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang yang mengikuti progam KB. karena menurut mereka terdapat alasan-alasan yang sangat kuat dalam segi pendidikan, kesehatan dan psikologi. Segi kesehatan, menurut dokter dalam usia 35 tahun adalah usia rawan untuk hamil dan melahirkan bagi perempuan, karena pada usia tersebut tingkat kondisi tubuh menurun. Setiap orang hamil harus mempunyai daya tubuh yang kuat untuk melahirkan dan apabila mereka tidak mempunyai daya tubuh yang kuat maka hal itu dapat membahayakan bagi ibu dan anak. Di samping itu juga apabila dilihat dari segi psikologisnya, setiap orang tua haruslah adil dalam membagi rasa kasih sayang terhadap setiap anak-anaknya. Orang hamil pada umumnya tingkat kondisi emosional tidak stabil apabila hal terus menerus hamil, maka di khawtirrkan akan dapat berakibat buruk terhadap pendidikan dan merawat anak-anaknya. Maka dari alasan-alasan di atas keluarga pesantren Bahrul Ulum memutuskan untuk mengikuti progam KB. Dalam proses memutuskan KB ini keluarga pesantren melihat pandangan-pandangan ulama menganai KB dan melihat segi kemalahatannya. Tidak ada gerakan tersendiri di kalangan keluarga pesantren dalam mengikuti progam KB.
            Keluarga pesantren Bahrul Ulum juga berpandangan bahwa  mengikuti progam KB adalah tidak masalah dalam artian hukum Islam membolehkan karena progam KB membawa kemaslahatan bagi keluarga. Keluarga pesantren dan para tokoh masyarakat sangat diperlukan untuk menggerakkan dan memberikan motivasi kepada masyarakat dalam mengikuti program KB nasional. Karena dengan KB jarak kelahiran anak dapat diatur yang akhirnya akan menjadi keluarga yang sakinah dan berkualitas.  
            Islam mengizinkan Kontrasepsi selama ia tidak menyebabkan pemisahan redikal antara perkawinan dengan fungsi reproduksinya. Sejak masa Rosulullah SAW, kontrasepsi telah dipraktikkan. Tepi beliau SAW menegaskan bahwa hal itu harus merupakan keputusan bersama suami-istri.[4]
Kontrasepsi ini dikenal oleh para ahli fiqh dengan Azel yaitu mengeluarkan sperma diluar rahim. hanya saja dengan perkembangan dunia medis telah menemukan pengganti azel yang lebih praktis yang dikenal dengan kontrasepsi modern (metode efektif) yaitu mengkonsumsi pil atau AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim). Yang kedua cara tersebut (azel dan kontrasepsi modern) memiliki tujuan yang sama yaitu mencegah kehamilan, hanya caranya saja yang berbeda.[5]
Pemakaian alat kontrasespsi ini umumnya lebih dikenal dalam metode progam keluarga berencana. Keluarga berencana  (KB) adalah istilah yang mungkin sudah lama dikenal dalam masyarakat. KB artinya mengatur jumlah anak sesuai kehendak pasangan suami istri, dan menentukan sendiri kapan istri ingin hamil. Bila istri memutuskan untuk tidak segera hamil sesudah menikah. Layanan KB di seluruh Indonesia sudah cukup mudah diperoleh. Ada beberapa metoda pencegahan kehamilan, atau penjarangan kehamilan, atau kontrasepsi.[6]
Progam keluarga berencana,  pencegahan kehamilan, serta pembatasan kelahiran selalu menempatkan masyarakat ke dalam dua sudut pandang yang berbeda, yaitu: yang setuju dan yang menolak. Dana yang melimpah, intitusi yang kuat, dan pengawasan pelaksanaan oleh aparat membuat progam ini seolah-olah mengekang dan mencampuri urusan domestik keluarga[7]
Keluarga Berencana (KB) berarti pasangan suami istri telah mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir di sambut dengan rasa gembira dan syukur. Dan pasangan suami istri tersebut juga telah merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kemampuannya sendiri dan situasi dan kondisi masyarakat dan negaranya.[8]
             Para fakih (ahli Hukum Islam) memperbolehkan perencanaan keluarga (KB) bagi beberapa alasan, di antranya yaitu : karena pertimbangan kesehatan, sosial dan ekonomi. [9]
             Alasan dilakukannya pencegahan kehamilan karena takut pada pengaruh buruk kehamilan kalau memiliki anak bayi saat menyusui. Di sinilah sebetulnya pentingnya menyusui bayi selama  dua  tahun penuh.
ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöãƒ £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 yŠ#ur& br& ¨LÉêムsptã$|ʧ9$#....

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.............”. (Q.S.  Al-Baqarah: 233)[10]

            Ayat ini menerangkan bahwa anak harus  disusukan selama dua tahun penuh. Karena itu, ibunya tidak boleh hamil lagi sebelum cukup umur bayinya dua tahun.[11] Untuk mencapai penyusuan selama dua tahun penuh, upaya pencegahan kehamilan dilakukan sehingga jarak kelahiran antara anak satu dengan yang lainnya minimal dua tahun sembilan bulan atau tiga puluh tiga bulan. Dengan jarak ideal inilah tumbuh kembang anak bisa dioptimalkan supaya anak bisa sehat dan terhindar dari penyakit, karena susu ibulah yang paling baik untuk pertumbuhan bayi, dibandingkan dengan susu buatan dan kesehatan ibu juga terjaga.
            Kewajiban menyusui dua tahun penuh dan upaya pencegahan kehamilan adalah urusan domestik rumah tangga. Aturan-aturan hukum Islam diperlukan untuk alasan melakukan dan perlindungan kegiatan tersebut. [12]
            Salah satu alasan lain dilakukannya pencegahan kehamilan karena Sebagian keluarga menganggap bahwa banyaknya anak justru semakin memiskinkan keluarga dan mempersulit pengentasan nasib mereka. Banyak orangtua  yang sedih dan menyesal karena kebanyakan anak, tidak mampu memberi mereka penghidupan yang layak, tak mampu menyekolahkan mereka sampai jenjang yang tinggi, dan akibatnya anak-anak mereka tidak mendapat peluang memperbaiki generasi mereka.[13]
Pada hakekatnya salah satu disyariatkannya nikah adalah untuk meregenerasi keturunan manusia dan memperbanyak umat  Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang disinyalir dalam sabda beliau :
تَزَوَّجُوْاالْوَ دُوْدَ اْلوَ لُوْدَ فَاِ نِّى مُكَا ثِرٌ بِ كُمُ اْلاَ نْبِياَ ءَ يَوْمَ اْلقِيَا مَةِ.
 {رواه ابوداود والنّسائ} 

Artinya : "Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” (H.R. Abu Daud dan Nasa’i)

Akan tetapi dalam kondisi-kondisi tertentu  tidak memungkinkan seorang ibu untuk merealisasikan harapan tersebut karena kondisi fisiknya yang lemah, atau kondisi tersebut dari pihak sang ayah yang tidak mampu memikul beratnya tanggung jawab mencari nafakah untuk keluarganya (karena kemiskinannya), atau karena sudah banyaknya anak sehingga ia merasa sudah tidak mampu lagi untuk mendidiknya dengan pendidikan yang benar (karena pendidikan adalah tanggung jawab orang tua). maka dengan kondisi di atas syariat Islam membolehkan mengatur jarak kehamilan bahkan boleh membatasinya dengan memakai kontrasepsi yang dibenarkan oleh syariat (tidak boleh menggunakan bentuk lain yang menyebabkan kemandulan).[14]
            Bahkan menjadi dosa baginya, jika kalau ia melahirkan anak tidak terurusi masa depannya yang akhirnya menjadi beban yang berat bagi masyarakat, karena orang tuanya tidak menyanggupi biaya hidupnya, kesehatan dan pendidikannya. Hal ini berdasarkan pada sebuah ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ

Artinya:”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (Q.S. An-Nisa’: 9)[15]

                Ayat ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya kondisi kesehatan fisik dan kelemahan intelegeni anak, akibat kekurangan makanan yang bergizi, menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Maka disinilah peran KB untuk membantu orang-orang yang tidak dapat menyanggupi hal tersebut, agar tidak berdosa di kemudian hari bila meninggalkan keturunannya.[16] 
            KB Secara subtansial tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan salah satu bentuk implementasi semangat ajaran Islam dalam rangka mewujudkan sebuah kemashlahatan, yaitu menciptakan keluarga yang tangguh, sakinah, mawadah dan penuh rahmah. Keluarga akan melahirkan bangsa yang tangguh. Kebolehan hukum ber KB, sudah menjadi kesepakatan para ulama dalam forum-forum keislaman, baik tingkat nasional maupun international (Ijma’al-majami’).[17]
            Keluarga merupakan basis sosial  pertama setiap orang. Karena kehidupan dalam keluarga sebagai barometer dasar setiap orang, maka dalam lingkup inilah perlu dibangun konsep dan prilaku yang mendasar pula. Dalam bahasa Al-Qur’an konsep dasar keluarga ini disebut dengan Sakinah, mawaddah dan rahmah.
            Keluarga sakinah bermakna bahwa dalam merangkai bahtera kehidupan berumah tangga, baik dalam suka maupun duka senantiasa pada riil ketenangan hati, ketentraman jiwa dan kejenihan nalar padhang. Ketika dalam suka, tidak berlebih-lebihan dan ketika dalam duka, tidak juga nelangsa yang berlebihan pula. Semua kehidupan dihadapi dan dijalani dengan ayat Tuhan, sakinah.[18]
            Keluarga ialah suatu kesatuan sosial yang terkecil di dalam masyarakat, yang diikat oleh tali penikahan yang sah. Jadi keluarga di sini adalah keluarga inti, yang menurut istilah di Jawa batih, atau menurut istilah Inggris nuclear family, yang terdiri dari suami-istri dan anak-anak. Bukan extended family atau keluarga besar, yang terdiri dari keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang dekat maupun yang ada hubungan perkawinan.[19]
            Kehidupan berkeluarga atau bersuami-istri diawali dengan pernikahan. Pernikahan mengandung makna spritual yang suci dan agung, dan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena dengan pernikahan yang sah, pergaulan antara laki-laki dan perempuan menjadi terhormat, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk termulia.[20]
            Dari konteks penelitian di atas,  maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji materi tersebut dan dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada pandangan keluarga pesantren tentang keluarga berencana serta aplikasi progam keluarga berencana dikalangan keluarga pesantren. Pada umumnya terjadi indikasi pro dan kontra pada sebagian para ulama tentang progam KB ada yang mendukung dan ada sebagian juga yang tidak mendukung terhadap progam tersebut. Dan sejauh ini pula peneliti juga ingin mengetahui sejauh mana peran progam berencana tersebut dalam membentuk keluarga sakinah dikalangan keluarga pesantren, serta implikasinya dalam membentuk keluarga sakinah.

B.  Rumusan Masalah
      Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.   Alasan apa yang dijadikan landasan keluarga pesantren di lingkungan PP. Bahrul Ulum Tambakberas Jombang mengikuti progam keluarga berencana?
2.   Bagaimana pengambilan keputusan dalam mengikuti progam KB di kalangan keluarga pesantren di lingkungan PP. Bahrul Ulum Tambakberas Jombang?
3.   Bagaimana implikasi keluarga berencana dalam pembentukan keluarga sakinah di kalangan keluarga pesantren di lingkungan PP. Bahrul Ulum Tambakberas Jombang?


[1]Thariq At-Thawari, ”KB Cara Islam”,  (Solo: PT. Aqwam Media Profetika, 2007),  v.
[2]TEMPO, ”Nahdlatul Ulama Dukung Program KB” http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/02/13/brk,20070213-93086,id.html, (diakses pada 08 Mei 2008).  
[3]Abdul Hakim bin Amir Abdat, ”Islam Menganjurkan Umatnya Untuk Mempunyai Banyak Anak”, http://salafy.wordpress.com/2007/11/08/islam-menganjurkan-umatnya-untuk-mempunyai-banyak-anak/,  (diakses pada 08 Mei 2008).
[4]Hassan Hathout, Panduan Seks Islami (Jakarta: Zahra, 2008), 125.
[5]”Kontrasepsi dalam tinjauan syar'i”, http://islammuna.multiply.com/journal/item/15, (diakses pada 08 Mei 2008). 
[6]”Keluarga Berencana”,  http://situs.kesrepro.info/kb/referensi.htm,, (diakses pada 08 Mei 2008).
[7]Thariq At-Thawari, Op. Cit.,  viii.
[8]Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah  (Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, 1997), 55.
[9]Hathout,  , Op. Cit., 125.
[10]Al-Qur'an dan terjemahnya (Jakarta: Depertemen Agama, 1992).  
[11]Mahjudin, Masailil Fiqhiyah (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), 70.
[12]At-Thawari, Op. Cit., xii.
[13]Keluarga Berencana, Op Cit,  
[14]Kontrasepsi Dalam Tinjauan Syar’i, Op.Cit.,
[15]Al-Qur'an dan terjemahnya (Jakarta: Depertemen Agama, 1992).
[16]Mahjudin, Op. Cit., 69-70.
[17]BKKBN, ”KB Tidak Bertentangan Dengan Ajaran Islam”, http://www.bkkbn.go.id/gemapria/info.detail.php?infid=29  (diakses pada 08 Mei 2008).   
[18]Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), v-vi.
[19]Zuhdi, Op. Cit., 54.
[20]Zaitunah Subhan, Op. Cit., 29. 

3 komentar: